Web Hosting

Selasa, 19 Mei 2015

Gara-Gara Ratapan Gadis

Gara-Gara Ratapan Gadis
Dengan rambut terurai yang kusut, seorang gadis kecil berlari-lari sambil menangis mengikuti jenazah ayahnya yang diusung menuju tempat pemakaman.


Melihat iring-iringan jenazah lewat depan rumahnya, Hasan Al Bashri yang duduk di depan pintu bangkit dan bergabung dalam iring-iringan itu.

“Ayah, mengapa begitu singkat umurmu?” ratap gadis kecil itu mengikuti iring-iringan itu.


Hasan Al Bashri melihat keadaan gadis itu hatinya merasa trenyuh, perasaannya menjadi iba. Takdir telah menentukan bahwa gadis sekecil itu harus kehilangan bapak, padahal gadis seumurannya sangat memerlukan perlindungan dan bimbingan seorang bapak.


Esok harinya, ketika Hasan Al Bashri kembali duduk di muka pintu seperti hari kemarin, gadis kecil itu lewat lagi. Gadis itu berlari-lari kecil sambil meratap dan menangis menuju makam ayahnya. Hal itu membuat Hasan Al Bashri mengikutinya dari belakang. Ia ingin tahu apa yang akan diperbuat gadis kecil itu.


Setiba di pemakaman, Hasan Al Bashri melihat gadis kecil itu memeluk makam ayahnya, pipinya diletakkan di atas gundukan tanah sambil meratap-ratap.


Dari persembunyiannya Hasan Al Bashri selalu mengikuti apa yang dilakukan gadis kecil itu, dan ia mendengar apa yang diucapkannya.


“Ayah, malam ini engkau sendirian terbaring dalam kegelapan kubur, tanpa lampu penerangan dan penghibur. Jika malam kemarin, aku masih bisa menyalakan penerangan untukmu. Tapi sekarang, siapakah yang menerangimu, dan siapa pula yang menghiburmu? Ayah, malam kemarin aku masih bisa menggelar tikar untuk alas tidurmu, tapi sekarang siapakah yang menggelarkan tikar untukmu? Jika malam-malam kemarin aku bisa memijit tangan dan kakimu, sekarang siapakah yang memijitimu?” terdengar memilukan ratapan gadis kecil itu. Hasan Al Bashri yang mendengarkan dari tempat persembunyiannya menjadi trenyuh.


“Ayah, jika kemarin aku yang menyelimuti tubuhmu, tetapi kini siapa yang menyelimutimu tadi malam?” kembali terdengar suara gadis itu di antara isak tangsinya. “Kemarin engkau masih bisa memanggilku Ayah dan aku menjawab untukmu, tetapi semalam siapa yang engkau panggil dan siapa pula yang menjawabmu?”


“Ayah, jika kemarin engkau minta makan dan aku yang melayani, apakah engkau semalam minta makan?  Dan siapa pula yang melayanimu? Dulu aku yang selalu memasak makanan untukmu, tetapi kemarin siapa yang memasak untukmu?”


Karena tak tahan mendengar ratapan-ratapan mengharukan gadis kecil di atas makam ayahnya itu, Hasan Al Bashri keluar dari persembunyiannya dan mendekati gadis itu, tak terasa air matanya menetes jatuh karena haru.


“Anakku, janganlah engkau berkata seperti itu,” kata Hasan Al Bashri setelah berusaha menenangkan hati gadis kecil itu. “Seharusnya ucapkanlah kata-kata seperti ini, Ayah, engkau telah ku kafani dengan kain kafan yang bagus, masihkah kau memakai kain kafan itu? Dan kata orang shaleh, bahwa kain kafan orang yang telah meninggal ada yang diganti dengan kain kafan surge dan ada pula yang dari neraka. Kain kafan dari mana yang ayah kenakan sekarang?


Ayah, kemarin aku telah meletakkan tubuhmu yang segar bugar dalam kubur, masih bugarkah tubuhmu hari ini?”


Gadis kecil itu terus saja mendengarkan ucapan yang dicontohkan Hasan Al Bashri tanpa henti.


“Ayah, orang-orang alim mengatakan bahwa semua hamba besok ditanya tentang imannya. Di antara mereka ada yang bisa menjawab, tetapi ada juga yang cuma membisu. Yang ku pikirkan, apakah ayah bisa menjawab atau hanya membisu?


Ayah, katanya bahwa kuburan itu bisa dibuat menjadi luas atau sempit. Bagaiman akuburan ayah sekarang, bertambah luas ataukah bertambah menyempit? Dan kuburan itu katanya merupakan secuil taman dari taman surga, tetapi bisa juga merupakan sebuah lubang dari lubang neraka. Yang menjadi pikiranku, bagaimana kuburan ayah sekarang? Taman surga  ataukah lubang neraka?


Ayahku, katanya bahwa liang kubur bisa menghangati mayat dengan memeluknya seperti pelukan ibu terhadap anaknya, tetapi bisa juga merupakan lilitan erat yang meremukkan tulang-tulang. Bagaimana keadaan tubuh ayah sekarang? Jangan-jangan ayah terhimpit lubang kubur.


Ayah, orang shaleh mengatakan orang dikebumikan itu ada yang menyesal mengapa dulu semasa hidupnya tak memperbanyak amalan bagus, justru menjadi pendurhaka, dan banyak melakukan maksiat. Yang ku tanyakan pada ayah, apakah engkau termasuk yang menyesali karena perbuatan maksiat atau menyesal karena sedikit melakukan amal kebagusan?


Ayah, dulu setiap aku memanggilmu engkau selalu menjawab, tetapi kini engkau ku panggil-panggil tak lagi mau menjawabku. Kini engkau telah berpisah denganku, dan tak akan berjumpa sampai hari kiamat. Semoga Allah tak menghalangi perjumpaanku dengamu.”


Demikianlah beberapa nasehat Hasan Al Bashri yang disampaikan kepada gadis kecil itu dalam meratapi ayahnya yang sudah meninggal.


“Sungguh baik nasehat Bapak, aku sangat berterima kasih sekali,” kata gadis itu.


Kemudian Hasan Al Bashri mengajak gadis itu pulang, meninggalkan kuburan ayahnya.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar