Web Hosting

Kamis, 14 Mei 2015

Duhai gadis berjilbab ungu,

Duhai gadis berjilbab ungu,

Pertama aku melihatmu seketika itu aku jatuh hati padamu. Sikap lemah lembutmu, senyum tulusmu, tutur bahasamu, cantik sekali di mataku. Dengan balutan jilbab berwarna ungu kau terlihat begitu anggun. Siapa dirimu aku bertanya-tanya dalam hati.

Tak ada waktu untuk bertanya, aku harus segera masuk ke dalam kelas. Entah mungkin sudah menjadi takdir bagi kita, itulah hari pertama kita bertemu. Kau datang sebagai mahasiswa baru di kelasku, Zahra. Zahra Najwa, nama yang tak pernah bisa aku lupa sejak saat itu.

Kepalaku penuh khayal tentang dirimu, puluhan halaman puisi telah aku ciptakan dengan dasar cintaku padamu. Aku tetaplah aku, aku tidak memiliki keberanian menggerakkan bibir di depanmu. Aku terlihat bodoh di depanmu, ah sialnya.

Hingga suatu ketika bukuku tertinggal di kelas. Muncul kekhawatiran rahasiaku akan terbongkar di depan kelas. Kau akan semakin menjauhiku karenanya. Berbagai simulasi aku ciptakan di kepalaku. Dan justru yang menemukan buku itu dirimu, aku berharap kau tidak bertanya apapun tentang isi bukuku.

Tapi terlambat sudah, kau hanya bisa tersenyum sambil mengembalikannya. Senyum berjuta arti bagiku. Harus aku artikan apa senyummu itu? Aku cek isi bukuku dan tak ada yang berubah dari buku itu. Masih tetap sama, tetap berisi puisi-puisi ku untukmu. Syukurku tidak kau robek-robek hasil karyaku untukmu.

Di akhir halaman, sebuah tulisan baru tertulis. Ini bukuku atau bukan ya? Kok isinya namaku semua, tapi aku tidak bisa membuat puisi. Buku yang bagus, sayang puisinya hanya ditulis di buku tidak diungkapkan di hadapan orang yang bernama Zahra.

Aku tak tahu bagaimana aku akan bersikap di depanmu esok hari setelah membaca tulisanmu itu. Aku hanya pemuda yang senang melihatmu tersenyum dari kejauhan. Aku tidak pernah bisa berpuisi indah di depanmu, aku gagu di hadapanmu.

Dan kisah cinta ini bukan antara kau dan aku, bukan. Tuhan telah membuat kisah kita berdua, sebuah kisah yang akan merubah aku dan kamu menjadi kita. Bagaimana kau bisa menjatuhkan harga dirimu dengan mengatakan cinta padaku?

Aku tak pernah bisa berfikir kenapa, saat wanita-wanita lain bertingkah seperti ratu dirimu justru turun mengulurkan tanganmu padaku dan berkata aku mencintaimu, dan aku tahu kau mencintaiku. Aku memang pengecut tapi dirimu memahami aku, aku yang selalu memakai topeng malu.

Kini tinggal menghitung hari, dirimu telah ikhlas dan ridho menjadi seorang istri. Aku harus mengatakan apa, sejak dulu kau sudah tahu aku pemalu. Malu di depan temanku, sahabatku, dan kini akupun masih malu di depan calon istriku sendiri.

Aku tulis surat ini untukmu, untuk calon istriku, calon ibu dari anak-anakku, dan calon pelipur laraku. Aku hanya ingin kau tahu setiap detik saat bersamamu aku rekam dan aku putar ulang di memori kepalaku. Aku mencintaimu, walau bibirku kaku untuk mengatakannya.

Kau tahu aku sedang belajar apa saat ini? Aku sedang belajar mengatakan ijab qabul. Aku tahu akan akan sangat gugup kelak. Tapi aku tidak mau selamanya gugup di hadapanmu. Aku akan berusaha agar engkau tersenyum melihat aku sudah bisa tenang mengatakan cinta padamu, bahkan lebih dari itu saat aku mengikrarkan diri sebagai pemimpin atas dirimu.

Duhai gadis berjilbab ungu, doaku bagimu dan bagi kita adalah semoga engkau ikhlas menyerahkan ha katas dirimu kepadaku suamimu. Dirimu patuh padaku, menyenangkan pandangan mataku, peredam amarahku, pengingat lupaku. Aku tak akan meminta apapun darimu.

Dirimu adalah dirimu, bukan Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, ataupun Fatimah binti Muhammad. Dirimu adalah Zahra Najwa, dan sungguh kejam diriku mengharapkanmu seperti wanita lain. Dirimu hanya wanita akhir zaman yang mencoba menjadi muslimah zaman Rasulullah.

Aku pinang dengan mahar seperangkat alat sholat dan al qur’an. Kau tahu kenapa? Karena aku ingn membawamu ke dalam kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan di surga. Kehidupan kita di dunia bisa dikatakan biasa saja nantinya. Aku tidak bisa memberikanmu barang-barang mahal nantinya.

Tapi aku percaya dirimu akan memilih barang-barang dari surga daripada barang-barang dari dunia. Ajarkan kepada anak kita kelak siapa Tuhannya. Siapa itu Rasulullah sang rahmatan lil ‘alamin. Dan ajarkan padanya siapa ayah dan ibunya.

Duhai gadis berjilbab ungu, aku percayakan sepenuhnya hartaku atas namamu. Jadilah seorang bendahara yang bijak untuk suami dan anakmu. Untuk dunia dan akhirat kita berdua. Aku mempercayaimu, kau adalah pilihan dari Tuhan untukku.

Jika pertengkaran bertamu dalam keluarga kita, ingatlah firman Allah. “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” Semoga kita bisa menghadapinya bersama, amin.

Belajarlah demi membahagiakan suamimu ini, demi senyuman suamimu ini. Aku tak meminta masakan yang enak darimu, aku hanya meminta masakan halal darimu. Belajar, belajar dan belajarlah terus sehingga kau tahu bagaimana memasak yang enak. Tapi jika kau baru belajar memasak halal sungguh sangat terlambat sayang.

Begitu pula dengan pakaianmu, kau akan menjadi wanita bersuami. Jaga sikapmu emi kehormatan suamimu ini. Aku akan membelikanmu buku-buku agama jika kau masih tidak mengerti apa yang aku ajarkan padamu.

Aku tidak pernah tahu apa yang akan kita hadapi kelak sebagai sebuah keluarga. Tapi kita telah saling berjanji untuk menghadapi semua itu. Doa dan harapanku untukmu tidaklah banyak karena aku tahu aku tidak salah telah memilihmu sebagai istriku.

Tapi aku memiliki doa dan harapan yang banyak untuk kehidupan baru kita. Untuk anak kita, untuk masa depan kita, dan untuk cemua cerita-cerita kita. Sayang terima kasih sudah membaca surat ini, terima kasih sudah membaca isi hatiku ini. Jadilah istriku, jadilah istri yang aku pilih karena agamanya dan tetaplah menjadi gadis berjilbab ungu yang membuatku jatuh hati seketika.

Duhai Zahra Najwa, duhai gadis berjilbab ungu aku mencintaimu.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar