Web Hosting

Minggu, 17 Mei 2015

Kisah Matahari Tenggelam

“Pidato perpisahan dari murid akan di wakilkan oleh saudara Bilal Nur Rahman, waktu dan tempat kami persilahkan.”

Dengan diiringi tepuk tangan Bilal melangkah menuju panggung untuk menyampaikan pidato perpisahan. Tiga tahun sudah berlalu tanpa pernah mereka sadari. Dan kini tibalah saatnya bagi mereka berpisah dan berada di jalan mereka masing-masing.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahi Rabbil'Alamin. Wassalatu wassalamu’ala asrofil. ambiyai walmursalin sayyidina wamaulana Muhammadin wa’alaalihi washobihi ‘ajmain ‘amaba’du.

Kepada Bapak kepala sekolah yang kami hormati, kepada Bapak dan Ibu guru beserta staff yang kami cintai, dan tak lupa kepada teman-teman seperjuangan yang saya banggakan. Hari ini adalah hari istimewa, di mana hari ini adalah akhir dari perjuangan kita di bangku SMA dan menjadi halaman baru dalam kehidupan kita selanjutnya.

Saya mewakili teman-teman mengucapkan terima kasih kepada pengabdian Bapak dan Ibu guru yang sudah dengan sabar membimbing kami. Yang telah penuh keikhlasan mengadapi sikap kami, dan kami meminta maaf jika kami memiliki kesalahan entah itu disengaja atau tidak.

Dan untuk teman-teman saya berpesan, untuk belajar dari matahari. Ia selalu member kehidupan untuk makhluk lain, begitu pun kita. Kita harus bisa member manfaat untuk orang-orang di sekitar kita.Kita haruslah menjadi seseorang yang berguna untuk lingkungan kita.

Dan juga matahari selalu member harapan baru bagi semua yang ia terangi. Kita harus bisa menolong satu sama lain, memberikan harapan, semangat motivasi untuk terus berjalan dan meraih cita-cita yang kita miliki.

Dan kita pun harus menjadi orang yang lembut hatinya, walau kita terus menerus di sakiti tapi cobalah untuk tersenyum, dan membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik. Bukankah jika matahari tertutupi mendung ataupun hujan, ia akan muncul kembali bahkan membawa sesuatu yang lebih indah yaitu pelangi.

Dan matahari terus memberikan semangat hingga ia tak lagi terbit kelak, kita juga harus seperti itu. Kita harus bersemangat, apapun yang akan terjadi hingga kita tidak lagi dibutuhkan dunia dan dirindukan oleh Sang Pencipta,” kata Bilal. Ia terdiam sebentar mengusap air matanya yang tiba-tiba menetes. Banyak hal yang sudah mereka lewati bersama selama tiga tahun dan itu yang membuatnya begitu berat untuk mengucapkan sebuah kata perpisahan.

“Maaf bukan air mata yang ingin saya tunjukkan di tengah kebahagiaan ini. Tetapi perpisahan setelah tiga tahun kami lalui bersama membuat saya tidak bisa menahan air mata. Kelulusan bukanlah sebuah akhir dari persahabatan kita semua, terima kasih untuk senyuman yang telah kalian berikan selama ini.

Saya tidak bisa melupakan semuanya, walau kita berpisah tapi kalian akan terus bersama saya di sini, di hati saya. Semoga kita bisa menjadi seperti matahari yang menyilaukan orang yang berani menatapnya. Dan di manapun kita berada, selama kita berada di langit yang sama, melihat matahari yang sama kita akan selalu bersahabat. Sampai kapanpun saya tidak bisa muak jika melihat seragam ini, karena ini adalah bukti bahwa kita sahabat. Terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.”

Sebuah perpisahan memang berat, tapi seperti matahari yang percaya walau ia tenggelam di sore hari ia akan terbit lagi esok nanti dan ia akan member harapan yang baru bagi semuanya.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar