Web Hosting

Minggu, 03 Mei 2015

Seragam Sekolah

Seragam Sekolah

“Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tak diganggu.dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”


Seperti biasa, pagi itu istriku sibuk dengan putri kami, Tia.Tapi kali ini terlihat berbeda dari biasanya, Tia terlihat cemberut.“Tia kenapa cemberut?” tanyaku mendekatinya sambil aku usap lembut rambutnya.“Umi lupa pesenan Tia Bi.Kan hari ini Tia ada upacara, bajunya disuruh pake merah putih, tapi Umi lupa.Yang disiapin baju pramuka.” katanya sambil sesenggukan.Aku hanya bisa tersenyum melihatnya, aku cium rambutnya, mencoba menenangkannya.Bagaimanapun juga aku tidak mau melihat putriku ini menangis.

“Ya sudah.Tia jangan nangis donk, masak anak Abi nangis, nanti jelek loh.Tia jangan nangis ya.Lihat tuh umi, repot nyariin baju buat Tia.Nanti kalau Tia nangis Umi malah ikutan sedih loh, Tia mau Umi sedih juga? Gak kan, sudah ya, Tia jangan nangis lagi,” bujukku pelan. “Iya Bi,” katanya sambil mengusap air matanya.

Kemudian aku mendekati istriku yangtengah panik mencari seragam untuk Tia.“Gimana Mi, sudah dapat seragam buat Tia?” tanyaku pelan.Aku tidak mau membuatnya tambah panik. Dia sudah repot sejak subuh tadi dan aku coba untuk mengerti apa yang tengah terjadi.

“Belum Bi. Baju yang kemarin belum Umi cuci, masih kotor. Umi cari yang baju lama tapi sepertinya sudah Umi kasih ke saudara Umi.”Dia menundukkan kepalanya dalam-dalam.Menahan air matanya yang mulai memenuhi ujung matanya. Aku tahu apa yang dia rasakan.

Pagiku kali ini terasa berbeda, keluarga kecilku menyambut pagi dengan linangan air mata anak dan istriku.Aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam melihat mereka berdua.“Ya sudah, begini saja.Abi beliin seragam yang baru ya untuk Tia.Harusnya jam segini ada toko yang sudah buka. Nanti Tia malah malu kalau telat apalagi seragamnya juga beda dari teman-temannya.Umi tenang saja, gak usah sedih gitu donk. Masak Abi disambut sama tangisan anak dan istri Abi. Nanti Abi bisa gak semangat ngantor kalau begini.”

“Tapi Bi…”

“Sudah gak apa-apa, toh gak tiap hari juga kan. Ya, Umi jangan nangis lagi ya.”

“Iya Bi. Makasih Bi.”

“Abi berangkat sekarang saja deh ya.”

“Tapi kan belum sarapan Bi.”

“Kan Abi harus beli seragam untuk Tia dulu. Biar Abi sarapan di warung sama Tia nanti. Assalamu’alaikum. Tia ikut Abi beli baju ya.Sini pamit Umi dulu sayang.”

Inilah keluarga kecilku. Aku Ilham, hanyalah pegawai di perusahaan swasta dan istriku Ika, adalah seorang guru bimbel. Sudah 10 tahun kami bersama, suka dan duka coba kami lewati berdua.Banyak hal telah terjadi di keluarga kami berdua.

Aku masih ingat, ketika usia pernikahan kami sudah 3 tahun dan kami belum juga memiliki anak. Kami sibuk konsultasi kesana kemari, hingga akhirnya Tia hadir di keluarga kami.Melengkapi kehidupan rumah tangga kami.Tia sudah menemani kami selama 7tahun.Dia seorang anak yang cantik, cerdas, supel, sangat mirip Uminya.

Tapi bukan berarti tidak ada masalah di keluarga kami. Sampai sekarang pun, saat usia pernikahan kami sudah 10 tahun masih ada hal yang mengganjal di hatiku.Aku miris melihat penampilan istriku, melihatnya berpakaian.Baju ketat, celana jins, jilbab yang seadanya sudah menjadi penampilan istriku tiap harinya. Berulang kali kami berdebat hanya gara-gara pakaiannya yang menurutku sangat tidak pantas bagi seorang muslimah. Dan selalu aku dapati jawaban yang sama, belum siap.Aku hanya ingin melihatnya menjadi seorang wanita, seorang muslimah yang di cemburui oleh bidadari di surga.

Dia permata bagiku dan aku berharap dia juga menjadi permata di mata Allah. Berulang kali aku mengajaknya ke pengajian yang membahas tentang tata cara berpakaian untuk muslimah, tapi nihil. Dia masih belum siap katanya.Seorang teman pernah menasehatiku, “Jika istrimu begitu, ceraikan.Dia tidak patuh padamu, suaminya. Kau pasti tahu Rasulullah pernah bersabda,“Jika aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, tentu aku akan menyuruh seorang istri untuk sujud kepada suaminya.”Jatuhkan talak padanya.”

Aku tidak pernah bisa menjadi setega itu pada istriku. Yang bisa aku lakukan hanyalah percaya bahwa suatu saat dia akan menjadi seorang muslimah sejati. Aku akan menunggunya untuk mengerti.

***

“Umi,” kataku memanggilnya.Dia mendekatiku yang tengah membaca buku.“Ya Bi kenapa?” tanyanya.Aku tersenyum melihatnya begitu antusias, aku genggam tangannya, aku usap rambutnya, sungguh cantik.

“Umi sudah ngantuk belum?”

“Belum Bi,kenapa?”

“Tia?”

“Tia sudah tidur Abi sayang,” katanya manja.

“Oh. Ehm, apa ya, Abi kok jadi lupa mau bilang apa ke Umi. Nanti saja ya, Abi sms Umi kalau sudah ingat.”

“Abi ih, Umi mau tidur kalau gitu, Abi godain Umi terus sih.”Dia beranjak menuju tempat tidur.“Yah ngambek.Umi duduk sini dulu donk Mi. Abi serius deh sekarang.” Dia memandangku dengan tersenyum, lalu duduk di sampingku.

“Mi, Tia tadi pagi kenapa Mi?” tanyaku sambil melihat lekat-lekat wajahnya.Dia menunduk tidak berani melihat mataku, raut mukanyaberubah, “Abi kan sudah tahu.Tia salah seragamnya Bi.Maafin Umi ya Bi, Umi yang salah, Umi lupa,”serak suaranya terdengar.Aku raih kepalanya, aku cium keningnya.Aku sandarkan kepalanya di dadaku, aku usap lembut punggungnya.

“Umi, Abi gak mau bahas itu kok Mi, Umi kok malah nangis sih. Abi cuma mau tanya itu saja sama Umi.”

“Umi takut Abi marah.” katanya lirih.

“Orang senyum gini kok marah.”Aku angkat wajahnya.Matanya yang berkaca-kaca sungguh mengharukan bagiku.Bagaimana bisa aku melukai wanita yang sangat aku cintai.Dia isrtiku, amanahku, belahan jiwaku dan inikah balasan yang aku berikan padanya?

“Kenapa Tia marah gara-gara seragamnya salah Mi?” tanyaku setelah dia cukup tenang.

“Maksudnya Abi?”

“Begini loh Umi sayang.Tia kok bisa cemberut gitu, padahal cuma gara-gara seragam. Itupun tidak setiap hari juga kan Tia salah seragam. Itu kira-kira kenapa?”

“Karena sekolah aturannya gitu Bi.Namanya juga peraturan Bi, kan harus diikuti semua siswa Bi.”

“Jadi itu aturan sekolah ya Mi?Aturan sekolah itu yang membuat siapa Mi?Manusia kan Mi?”

“Iya Bi. Memangnya kenapa Bi?”

“Kalau sekolah yang aturannya dibuat oleh manusia.Padahal manusia itu sendiri tidak sempurna, itu saja sudah bisa membuat Tia cemberut karena takut diejek teman-temannya.Nah sekarang, kenapa Umi tidak takut diejek teman-temannya Umi?”

“Maksud Abi?” tanyanya dengan wajah kebingungan yang khas, lucu sekali.Aku tertawa melihat wajahnya itu.Dia benar-benar menjadi pelipur kesedihanku.“Abi kok ketawa sih.Abi harus tanggung jawab sudah membuat Umi penasaran.Hayo apa sih Bi?”

“Allah juga punya aturan Umi sayang. Kalau seragamnya Umi beda dari aturan Allah kenapa Umi tidak takut seperti Tia? Pakai jilbab itu ada aturannya Umi, tidak sekedar pakai saja.Kalau Umi saja nurut sama aturan yang dibuat sekolah harusnya Umi lebih nurut sama aturan yang dibuat Allah.”

Dia terdiam.Mungkin sudah bosan dengan perdebatan kami yang hanya membahas itu-itu saja.“Abi mau bilang terima kasih samaUmi. Terima kasih sudah 10 tahun menemani Abi, terima kasih sudah menjadikan seorang Ilham menjadi seorang Abi sekarang.

Dia masih diam. “Umi, bukannya Abi tidak mau terima Umi apa adanya, tapi kita ini satu Umi.Kalau tanpa Umi, Abi pun tidak bisa dipanggil Abi.Abi cuma mau Umi belajar, tidak harus sekarang. Abi siap menunggu Umi sampai siap, Abi akan selalu di samping Umi. Abi sudah menunggu Umi 10 tahun, apa Umi tega mau membuat Abi menunggu lagi? Allah berfirman, “Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tak diganggu.dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Aku pegang tangan istriku, aku angkat wajahnya.Matanya yang mulai bengkak membuatku tak sanggup melanjutkan kata-kataku lagi. Aku cium keningnya,”I love you Umi.”

***

“Bi, Abi. Nanti bantuin Umi ya Bi,” kata istriku pagi itu.

“Bantuin apa Mi?”

“Bantuin Umi milih baju yang pantas buat dipakai seorang muslimah Bi.Nanti yang tidak pantas Umi mau sumbangin.”

“Alhamdulillah. Serius Mi?”

“Iya Abi. Umi semalam dengar doa Abi waktu tahajud. Umi gak tega lihat Abi sedih gara-gara sudah membuat Umi nangis.Padahal Abi yang selama ini benar.”

Aku berlari menghampirinya, aku peluk erat dia. “Loh kok Abi malah nangis,” tanyanya.“Abi terharu Mi. Akhirnya Umi mau mengerti maksud Abi.” “I love you Bi.” “I love you too Umi.”

Sejak saat itu aku tidak pernah melihat istriku mengenakan celana jins atau baju-baju yang ketat. Dia terlihat semakin anggun di mataku.Bahkan sekarang dia punya hobi baru, membaca buku tentang agama.Sebulan sekali dia mengajakku dan Tia ke toko buku untuk mencari buku-buku bacaan tentang agama.

***

“Abi, sini deh Bi.”

“Ada apa Umi?” tanyaku mendekatinya.Tiba-tiba dia mencium pipiku.“Eh, Umi.Nanti kalau Tia lihat gimana coba?”tanyaku sambil memegangi pipiku.

“Tia sedang TPA Abi,kan hari minggu.”

“Oh iya ya, tapi tumben Umi begini.Ada apa-apanya inipasti.”

“Ah Abi gitu, gak asik. Umi kan sudah berubah Bi, jangan samain Umi sama yang duludonk. Bi, makasih ya, Abi sudah sabar menghadapi Umi. Abi mau menerima apa adanya Umi walaupun Umi salah.Sudah mau menunggu Umi sadar selama ini.”

“Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.”Cuma itu alasan Abi kok Mi. Abi mau menjaga keluarga kita dari api neraka.”

Dia memelukku erat.Hari ini adalah hari yang luar biasa bagiku.Aku berulang kali mengucap syukur kepada Allah atas karunia yang diberikan-Nya padaku selama ini.“Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?”

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar