Web Hosting

Senin, 11 Mei 2015

Tanya Hati

Seperti apa wajah Islam di Negara kita tercinta Indonesia? Sebuah pertanyaan menggelitik dalam kalbu. Seperti yang kalian tahu di Indonesia ada dua massa besar yang tak pernah bisa akur sejak dulu. Entah itu penetapan awal puasa, hari raya idul fitri, idul adha, tata cara sholat dan berbagai macam hal bisa diperdebatkan oleh kedua massa ini.


Tidak perlu jauh-jauh, dalam keluargaku sendiri saja telah terjadi perpecahan antara kakek dan ayahku. Ayahku sholat menghadap kiblat. Sebenarnya sama dengan apa yang dilakukan kakekku. Tidak lantas ia menghadap selain kiblat, hanya saja ayahku suka memiringkan sajadah sedikit ke kanan. Dan hal seperti ini membuat mereka berdua begitu asyik bercengkrama tentang arah kiblat.

Aku sendiri cukup mengalami kesulitan ketika belajar sholat dengan keduanya. Ketika guru sholatku adalah kakek, maka niat sholat harus diucapkan dengan jelas. Tetapi begitu ayah yang mengajariku sholat, terjadi perubahan dari apa yag di ajarkan kakek kepadaku. Niat cukup dalam hati saja.
 
Wajah Islam di Indonesia, tak ubahnya cuma pelengkap data diri di KTP. Tak bermakna sedikitpun. Aku bertanya, “Valentine itu tanggal berapa?” Dengan tertawa terbahak-bahak mereka menjawab, “Kamu itu hidup di jaman apa sih? Valentine itu tanggal 14 februari. Masak tidak tahu?” “Kalau wafat Rasulullah Muhammad tanggal berapa?” tanyaku lagi. “Wah kalau itu aku tidak tahu, aku bukan lulusan pondok pesantren soalnya.”
 
Aku mengernyitkan dahi, apakah harus orang pondok yang tahu wafat Rasulullah Muhammad itu tanggal 2 rabiul awal tahun 11 hijriah atau dalam masehi 8 juni 632. Apakah mereka tidak berpikir di mana mereka saat ini berpijak? Di bumi siapa mereka hidup? Siapa sesungguhnya yang mereka sebut sebagai Tuhan? Uang? Jabatan? Tapi mereka mengaku Islam tanpa rasa malu kalau mereka tak  pernah tahu apapun tentang Islam.
 
(Tuhan) Yang Maha Pemurah. Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusia, Mengajarnya pandai berbicara. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk (Nya). di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
 
Sedikit ayat dari surat Ar Rahman ini adalah bukti tantangan dari Tuhan pada manusia. Bagaimana ia menantang manusia untuk jujur pada dirinya sendiri bahwa ia memanglah makhluk yang tak berdaya. Bahwa kita memang seorang hamba yang wajibnya menghamba. Bukankah Allah telah berfirman dalam surat Ad Dhariyat, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
 
Aku heran kepada orang yang meyakini kematian, bagaimana ia masih bisa bersenang-senang? Aku heran kepada orang yang meyakini hisab, bagaimana ia sibuk mengumpulkan harta? Aku heran kepada orang yang meyakini alam kubur, bagaimana ia masih bisa tertawa? Aku heran kepada orang yang meyakini akhirat, bagaimana ia bisa istirahat? Aku heran kepada orang yang meyakini bahwa dunia akan sirna, bagaimana ia merasa tentram bersamanya?
 
Aku heran kepada orang yang ahli bicara, tapi kalbunya buta. Aku heran kepada orang yang bersuci dengan air, tapi ia tidak pernah menyucikan hatinya. Aku heran kepada orang yang sibuk mengurusi aib orang lain, tapi ia lupa kepada aib dirinya sendiri. Aku heran kepada orang yang mengetahui bahwa Allah melihatnya, tapi ia mendurhakai-Nya. Aku heran kepada orang yang percaya bahwa ia akan mati sendirian, dikubur sendirian, dan dihisab sendirian, tapi ia masih merasa senang bersama manusia.
 
Aku bertanya pada diriku sendiri, “Fan, bagaimana kamu bersikap pada saudara-saudaramu ini. Saat saudaramu yang mengerti agama, memiliki ilmu yang memadai justru saling tuding dengan ilmunya. Sedangkan saudaramu yang lain justru lebih mengenal budaya di luar Islam, bagi mereka Islam hanya ada di masjid dan Al Qur’an. Banyak hal yang menjadi beban pikiran yang tak ku dapati sewaktu aku kecil.
 
Aku mengambil kembali firman Tuhan yang tak akan asing bagi mereka yang paham agama. Dalam surat Al Hujurat ayat 13, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
 
Tidak ada yang aku komentari, cukup firman Allah yang pasti kalian tahu. Lemahkan suaramu sedikit, longgarkan genggaman tanganmu, perteduh tatapan matamu, kembangkan kembali senyum seperti yang dinasehatkan Rasulullah.
 
“Fan, bagaimana dengan yang terjadi pada Islam saat ini? Kita tidak tahu apa yang akan dihadapi anak-anak kita kelak!”
 
“Seperti sudah tahu saja siapa yang akan kamu ajak buat anak!”
 
“Ini serius fan!”
 
“Selama syahadatnya masih sama, itu berarti mereka adalah saudara kita. Ingat pertama kali yang di lakukan para mualaf, mereka bersyahadat terlebih dahulu. Apa artinya? Syahadat adalah pintu gerbang menuju Islam, jika syahadatnya masih sama dengan yang diajarkan Kanjeng Nabi maka ia tetap Islam. Perbedaan bagaimana ia menerapkan Islam tak perlu menjadi hal yang diperdebatkan. Justru yang diperdebatkan seharusnya ialah yang mengaku Islam tapi tak menjalankan rukun Islam, baik itu sholat, puasa, zakat, maupun haji. Ini yang perlu perhatian khusus!”
 
“Lantas bagaimana dengan teman-teman kita yang justru lebih mengenal budaya di luar Islam?”
 
“Ya kita harus turun tangan. Pernah mendengar berita ada saudara kita yang murtad hanya karena sembako? Itu pun salah satu tersangkanya adalah kita. Kita terlalu mencintai dunia, kita terlena oleh dunia hingga kita lupa untuk bersedekah pada saudara-saudara kita yang kurang mampu. Syiar Islam kita kurang, kita hanya bisa bicara tapi kita tidak menunjukkan prakteknya di depan khalayak umum.”
 
Terlepas dari adanya oknum-oknum yang berusaha merusak arti Islam yang berasal dari kata salam atau keselamatan, kita harus bisa menunjukkan Islam itu indah. Beberapa waktu lalu sempat heboh Islam phobia. Itu adalah tantangan bagi kita yang sadar untuk menyadarkan mereka dan memperkuat kesadaran bagi yang telah sadar.
 
Aku bukan religius murni, aku seorang akademis yang berfikir menurut apa yang aku yakini benar. Dan aku merasa bersyukur terlahir sebagai Islam serta kecewa melihat wajah Islam saat ini. Apakah janji Allah semakin nyata dengan datangnya apa yang kita percayai sebagai hari kiamat? Mengapa kiamat terasa begitu dekat, sedangkan aku saja belum merasakan ketentraman bertemu pujaan hati dan mengarungi hidup sebagai sebuah keluarga.
 
“Itu yang di belakang coba terangkan kembali apa yang sudah saya terangkan tadi!”
 
“Ah, em, iya itu anu pak. Em, hehehe….”
 
“Kamu di sini mau kuliah atau merangkai mimpi?”
 
“Kuliah pak.”
 
“Kuliah apa? Kuliah subuh?”
 
“Bukan pak. Kuliah Sistem Informasi.”
 
“Terus kamu bisa bebas melamun begitu dan berharap bisa jadi seorang sarjana!”
 
“Ya tidak pak,” jawabku malu-malu.
 
Ah sialnya. Mengingat kondisi agamaku yang semakin kritis justru membuatku malu sendiri. Lagipula memang salahku, melamun saat dosen ‘Killer’ mengajar. Sepertinya memang cara terbaik tidak hanya melamun, tapi ke masjid dan bercerita pada Gusti. Duh Gusti Allah, kapan sangkakala kiamat resmi di umumkan?

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar